Puisi Untuk Kau
Berdiri atas daun yang patah dari tangkainya sepersekian detik yang lalu
Jatuh diantara jutaan jerami menguning kering
Bersimpuh menatap matahari yang kian terik, membakar,
sakit.
Apakah aku yang harus terjatuh dan mencoba bangkit, lagi dan lagi?
Apa kau tega melihat,
Oh, bahkan menatap dengan matamu yang iba (Bah! tatapan iba mu hanya klise)
Dengan beribu pedang yang dihujam pada hatiku, pada jantungku,
Lantas berdiri diam di situ?
Kian kelam duniaku, namun angin memang akan selalu menang atas debu.
Hah, atau mungkin kau debu yang mengumpul hingga memiliki kekuatan, keajaiban supranatural?
Jangan naif. Aku adalah aku. Kau adalah kau.
Aku-aku kami-kami ini yang menjadi satu merasakan pedih, hingga menggigit jari-jari kakimu seperti semut!
Kau tidak pernah merasakan apa yang aku-aku ini rasakan.
Nikmati saja embun pagi yang kau cari di semak-semak belukar.
Aku akan menikmati sisa-sisa embun semakmu, lagi, karena embun-embun daun "kita" telah kau gudangkan.
2 November 2015
Aku - rakyat mu.